Jumat, 07 Oktober 2011

Pesan

Tema hari kedelapan, "pesan".

Beberapa bulan yang lalu, on Friday Night, saya dan beberapa teman dekat saya janjian untuk ketemuan di sebuah coffee shop di sebuah mall dekat kantor saya. Berhubung kantor teman-teman saya agak jauh, dan mereka kena macet, saya datang duluan. Mereka pasti datangnya akan lama, makanya saya memutuskan untuk jalan-jalan dulu di mall tersebut.

Di depan sebuah coffee shop lain, taunya ada teman kantor saya sedang sendirian. Dia melihat saya, lalu dia menyapa saya, dan mengajak saya bergabung. Ternyata dia sedang menunggu kakaknya. Jadi sambil sama-sama menunggu, kita ngopi dulu bareng.

Saya tidak terlalu dekat dengan teman saya ini, sebut saja namanya "Pepaya". Kita berbeda divisi. Dia lebih muda dari saya, cukup ganteng, dan sepertinya dari keluarga yang berada. Bukannya apa-apa, pakaian kerja beserta perlengkapan kerja (seperti tas dan lain-lain) kelihatannya mahal-mahal, gadget-gadgetnya juga. Mobilnya bagus, dan rumahnya di salah satu kawasan elit di Jakarta. Belum lagi foto-foto di facebook-nya, foto-foto mejeng di luar negeri melulu yang dipajang. Kadang-kadang saya pikir, enak ya jadi dia, dengan segala fasilitas dan kemewahannya.

Pembicaraan dimulai dengan basa-basi masalah kantor, sampai akhirnya mulailah dia mendominasi pembicaraan. Tampak dia senang menceritakan dirinya, bagaimana dia juga punya usaha sendiri, dan sebenarnya dia memegang jabatan "Direktur" di perusahaan keluarganya, tapi untuk pengalaman dia juga mencoba bekerja di kantor kami sekarang. Dan dia juga cerita keahlian dia dalam hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

Pembicaraan berlanjut, dan seingat saya, kelanjutannya penuh dengan keluhan, bagaimana dia tidak puas dengan situasi kantor, dan dia mulai membanding-bandingkan pendapatan dia untuk pekerjaan yang sama di kantor saya yang sekarang dengan di tempat sebelumnya. Berlanjut dengan keluhan mengenai lokasi kantor yang jauh, keluhan tentang karakter dan perilaku teman-teman di tempat kerja, keluhan rekan-rekan kerjanya yang minta pin bebe-nya sehingga dia terganggu privasinya, keluhan tentang pekerjaan keluar kantor nganter bos, ono-ini, ono-ini, dan sebagainya.

Saya sih betah-betah saja di kantor saya ini. Sejauh ini tidak ada masalah, mulai dari teman kerja, sampai penghasilan. Memang saya masih belajar di kantor ini, tapi ya saya sih enjoy aja. Tidak terlalu dibuat pusing.

Berbeda dengan Pepaya. Mungkin dia berasal dari keluarga kaya, yang biasa dimanja, dengan berbagai macam fasilitas dan kemewahan. Jadi kalau agak repot sedikit, dia kurang berkenan.

Di akhir-akhir pembicaraan, sebelum saya bergabung dengan teman-teman saya yang sudah tiba di coffee shop lain, dia juga banyak berpesan kepada saya, salah satunya: "Dhit, kalo elo mo maju, mendingan elo cari lagi kerja di perusahaan asing. Boleh lah sekarang ambil ilmunya dari sini tapi entar mendingan elo keluar dari sini ..." dan bla bla bla, selanjutnya yang saking banyaknya saya tidak begitu ingat lagi, karena sudah masuk ke alam khayal saya alias saya malah ngelamun.

"... iya, kan Dhit. Elo nangkep kan pesen gue?" tanyanya membuyarkan lamunan saya.

"Oh iya, iya, Pepaya ..." jawab saya sambil mengangguk-angguk.

Iya, saya nangkep banget pesan kamu, Pepaya ... Terima kasih atas pesan yang kamu sampaikan kepada saya.
Pesan yg saya tangkep adalah: Saya memang tidak sekaya anda, tapi saya bersyukur keluhan saya tidak sebanyak anda ;)

1 komentar:

  1. pada saya... semuanya ada hikmah dan kita harus bersyukur dengan hikmahNya...

    BalasHapus